2012, merupakan satu dari sekian film yang menceritakan kehancuran bumi. Berawal dari fenomena ledakan Nebula matahari terbesar sepanjang sejarah yang mengakibatkan pergerakan ekstrim inti bumi ditambah dengan penelitian berdasarkan catatan ramalan suku Maya tentang akan terjadinya kiamat pada tahun 2012. 21 Desember 2012.
Ternyata, negara-negara besar seperti Amerika, Rusia, China, Jepang, Inggris, dan yang lainnya, secara bersama-sama telah melakukan penelitian mendalam tentang pergerakan inti bumi. Mereka juga telah membangun proyek persiapan penyelamatan species terpilih penghuni bumi ini. Pembangunan kapal super besar telah dipersiapkan berdasarkan perhitungan bahwa sebagian besar permukaan bumi akan tertutup air. Bukan hanya karena pemanasan global yang selama ini digaungkan, akan tetapi karena ledakan-ledakan besar dari inti bumi.
Proses pemilihan manusia-manusia terpilih ini ternyata sarat dengan uang, kebanyakan orang-orang terdaftar adalah dari kalangan multi miliuner yang memberi sumbangan spektakuler terhadap proyek ini. Mereka telah membeli tiket dengan harga jutaan dollar per seat. Dan posisi mega proyek ini terletak di daratan Tibet yang merupakan daratan tertinggi yang berpenghuni.
Gejala kehancuran dimulai dengan retakan-retakan kulit bumi di berbagai tempat, terutama di daratan Amerika Serikat yang menjadi fokus setting cerita. Retakan yang tidak dimulai dengan getaran gempa yang merupakan gejala tidak biasa (secara teori, retakan kulit bumi terjadi bersamaan dengan gempa) yang merupakan fenomena aneh. Mungkin teori ini diabaikan oleh sutradara untuk meningkatkan dramatisasi proses kehancuran.
Selain retakan, terfokus juga fenomena surutnya air danau besar di Yellowstone yang menurut sejarah purba merupakan kaldera gunung api yang sangat besar.
Proses kehancuran dimulai. Rupanya banyak perhitungan yang meleset tentang waktu kejadian dimana proses kehancuran tersebut lebih cepat daripada yang diperkirakan. Para pemesan tiket penyelamatan bergegas berangkat ke Tibet (salah satunya adalah Ratu Inggris Elizabeth). Sang tokoh kunci yang hanya seorang supir limousin multimiliuner Rusia, Karpov, berjuang sendiri bersama keluarganya untuk mencapai Tibet. Pengetahuannya mengenai lokasi proyek penyelamatan dia dapatkan dari seorang ilmuwan eksentrik yang pernah terlibat dalam proyek tersebut yang tidak henti-hentinya memberitakan prediksi kiamat tersebut melalui radio amatirnya. Dia bersama keluarganya berjuang dengan pesawat kecil melewati gedung-gedung pencakar langit yang runtuh.
Dramatisasi terjadi karena suami dari istrinya yang merupakan satu-satunya orang yang bisa menjalankan pesawat ternyata hanya seorang yang kebetulan pernah kursus penerbangan sehingga pesawat hanya bisa terbang rendah. Dengan trik ini, view dari cerita bukan hanya terhadap para tokoh kunci, tapi sekaligus juga memperlihatkan kehancuran daratan yang terlihat jelas dari pesawat (seandainya pesawat dapat terbang tinggi, tentunya proses kehancuran daratan bumi yang dilaluinya tidak terlihat jelas, menjadi kurang dramatis !).
Dengan perjuangan keras, setelah secara kebetulan bertemu kembali degan bosnya, Karpov, mereka meneruskan perjalanan dengan menggunakan pesawat besar, Antonov. Sampai di daratan Tibet, pesawat landing dengan terpaksa karena mesin yang meledak satu-persatu. Disini mereka tertahan oleh para penjaga lokasi yang tidak membiarkan orang yang tidak terdaftar melewati barikade. Untungnya mereka ditolong oleh seorang pendeta Tibet yang memiliki "tiket khusus". Mereka akhirnya bisa menyusup ke dalam kapal melalui pintu khusus diantara mesin-mesin penggerak pintu gerbang, dimana para calon penumpang Very Very Super VIP tengah antri.
Ternyata gelombang tsunami yang maha dahsyat lebih cepat datang ke lokasi tersebut. Pintu gerbang harus segera ditutup dengan mengabaikan para calon penumpang yang belum memasuki kapal. Terjadi perdebatan antara kemungkinan kapal kemasukan air dan kepentingan penyelamatan para callon penumpang yang masih diluar. Seperti biasa, manusiawi memenangkan polemik ini. Pintu gerbang dibuka, dan para penumpang memasuki kapal.
Terjadi kemacetan pintu gerbang saat akan ditutup. Disini terjadi lagi dramatisasi. Air bah memasuki lambung kapal. Tokoh kunci memainkan perannya menjadi penyelamat, berhasil menyingkirkan penghalang roda penggerak pintu gerbang dengan dibantu anak lelakinya yang mulai kembali mencintai ayahnya. Pintu gerbang berhasil ditutup dan kapal mulai bergerak mencari jalan yang aman, menghindari tabrakan dengan bukit-bukit di puncak Mount Everest. Mereka menuju lokasi pendaratan yang telah direncanakan untuk memulai kehidupan umat manusia yang baru, saat air bah mulai surut kembali. Akhirnya mereka mendarat di suatu tempat dimana mereka menatap matahari baru, kehidupan baru. Bukan hanya manusia-manusia pilihan, akan tetapi juga berbagai species binatang dan tubuhan yang mereka bawa serta.
Misi utama dari cerita film ini adalah penyelamatan umat manusia jilid II setelah kejadian jaman Nabi Nuh. Hampir sama persis, dengan polesan fiksi ilmiah yang mengabaikan cukup banyak hal-hal ilmiah yang dalam beberpa tahun terakhir ini digaungkan, terutama soal melintasnya planet baru, Nibiru. Kelihatannya cerita film ini hanya terfokus pada ramalan kiamat suku Maya dan prediksi kejadian badai matahari terbesar dan terpaksa mengabaikan teori ataupun fenomena lainnya dari proses kehancuran bumi itu sendiri, agar alur cerita tidak mengambang menjadi cerita teoritis. Dengan demikian, trik-trik dramatisasi aksi dengan enteng diseting dalam alur cerita.
Akhirnya, film ini hanya lebih unggul dari film-film serupa lainnya hanya karena momen dari ramalan kiamat tahun 2012 dari suku Maya tersebut yang memang 2 tahun terakhir ini ramai dibicarakan orang dan pada 20 tahun terakhir ini tentang kedatangan planet baru, Nibiru, yang akan melintasi orbit bumi.
Kesimpulannya, film ini tidak terlalu istimewa. Bahkan terkesan memaksakan trik dramatisasi kehancuran dengan mengabaikan pemahaman teoritis tentang pergerakan inti bumi. Retakan besar yang terjadi tanpa gempa (padahal dalam pemantauan terjadi getaran 10,9 dan 9,3 SR !), air murni mendidih pada kedalaman 5000 meter (yang ada malah mungkin seperti lumpur lapindo), surutnya air danau besar Yellowstone tanpa adanya lubang, dan keanehan yang lainnya yang tidak masuk akal. Jadi, seandainya film ini diputar 5 tahun yang lalu, pasti tidak akan segempar sekarang !.
Jadi, sebetulnya, film tersebut sangat tidak layak untuk diributkan. Walaupun terjadi kasus bunuh diri di Amerika yang disinyalir disebabkan menonton film ini, itu bukanlah alasan bahwa film ini tidak layak ditonton. Yang benar adalah, bahwa film ini bukan satu-satunya film yang menggambarkan proses kehancuran bumi secara fiksi ilmiah. Saya pernah melihat 2 jenis film yang sama beberapa tahun lalu di satisiun TV kita dengan versi yang berbeda dan latar belakang yang berbeda.
Kelihatan sekali bahwa ide cerita sebenarnya adalah kejadian banjir besar jaman Nabi Nuh yang dalam settingannya ditampilkan pada bagian akhir cerita. Film ini juga jelas sekali sangat menghindari faktor keyakinan agama-agama. Tidak ada bahasan mengenai peringatan Imam Mahdi, kebangkitan Nabi Isa, dan terakhir menyembunyikan ramalan Nibiru yang tidak dibahas dalam ramalan suku Maya. Sebenarnya, ramalan suku Maya itu sendiri masih sangat diragukan, bahkan suku Maya yang sekarang masih ada menyangkal "penterjemahan" Stone Tablet yang menjadi sumber ramalan, sebagai ramalan kiamat. Hal ini juga didukung oleh beberapa peneliti suku Maya dan para ahli astronomi, bahwa perhitungan suku Maya purba hanya menceritakan siklus peredaran planet selama periode 25.800 tahun. Catatan dalam Stone Tablet itu sendiri sama sekali tidak mengatakan secara implisit tentang kejadian kiamat.
Jadi..... sekali lagi, tidak usah ribut soal film ini. Nikmati saja animasi kehancuran bumi dalam film ini. Jadikan hal tersebut sebagai pengingat akan adanya hari akhir yang tidak ada dan tidak mungkin ada seorangpun di muka bumi ini yang mengetahuinya, karena sudah dinyatakan sendiri oleh Sang Pencipta, bahwa hal itu merupakan RAHASIA BESAR DARI KEMAHAAGUNGAN DAN KEMAHAKUASAAN ALLAH SUBHANAHU WATA'ALA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar