Selasa, 29 September 2009

RAHASIA UMUR

Saya teringat pada salah seorang guru waktu di SMA 4 dulu di Bandung. Namanya paling saya ingat sampai sekarang karena ada dalam diary saya, Bapak Abidin, guru bahasa Inggris. Semoga Allah SWT melimpahkan rezki akhirat yang tidak terputus padanya.


Beliau berperawakan tinggi besar, mukanya bulat oval dan seluruh pipinya dipenuhi dengan jambang dan janggut yang selalu dicukur rapi dengan ukuran tertentu. Beliau adalah seorang yang kharismatik, seorang dewasa yang sangat pandai mengatur emosi yang ditunjang dengan cara berpakaian yang selalu rapi dan pantas dikenakannya. Suaranya rendah dan selalu terdengar merdu ketika sedang menjelaskan pelajaran. Selain saya memang suka pelajaran bahasa Inggris, tatabicaranya yang sopan, lembut, namun tegas jelas, selalu membuat konsentrasiku meningkat rata-rata diatas 80% dibanding mengikuti pelajaran lainnya.


Pada beberapa kesempatan, apabila waktu pelajaran agak longgar, sebelum menutup pelajaran Beliau selalu memberikan siraman rohani. Caranya memberikan nasihat bukan dengan ayat, tapi beliau mengajak kita semua berfikir secara akliyah (layaknya Mario Teguh zaman sekarang!) mungkin agar mudah mencerna.


Ada satu nasihat yang saya catat dalam diary saya yang Alhamdulillah sampai sekarang masih saya bawa kemana-mana sekadar untuk bahan renungan yang selalu mengingatkan saya akan makna hidup. Beliau menggambarkannya dalam sebuah grafik di papan tulis. Seperti inilah gambarannya.












Beliau (semoga Allah menghapus tuntas segala dosanya dan membalas amal baiknya secara berlipat-lipat) menerangkan makna kehidupan seperti ini. Bahwa kehidupan di dunia ini hanya sebentar saja bahkan sangat sebentar sekali (”kehidupan dunia seperti orang tertidur lalu tiba-tiba ia bangun dan mendapati dirinya sudah dalam keadaan mati”). Sedangkan kehidupan akhirat itu kekal selama-lamanya (”Dan mereka kekal di dalamnya”). Kehidupan akhirat adalah akibat dari kehidupan dunia. Bila kita senantiasa berbuat baik di dunia maka akan kita peroleh kebaikan kekal di akhirat, sedangkan bila berbuat buruk di dunia maka akan kita peroleh keburukan yang kekal di akhirat (”setiap amal perbuatan akan mendapatkan balasan walau sebesar biji zarah sekalipun”). Oleh karena itu, kesempatan berbekal yang sangat sedikit ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya (”Berbekallah dan sebaik-baik bekal adalah taqwa”). Siapa yang tidak suka akan kebaikan ? Sejahat-jahatnya orang pasti menyukai kebaikan dari orang lain. Maka orang yang selalu berbuat baik akan memperoleh kebaikan bahkan sejak saat ia hidup di dunia, apalagi di akhirat nanti.

Beliau juga menjelaskan bahwa untuk dapat berbuat baik yang sebaik-baiknya maka setiap manusia harus dibekali dengan ilmu. Ilmu apapun yang kita kuasai dapat dijadikan ladang kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan ilmu kita dapat menolong diri sendiri dan orang lain. Ilmu itu bukan sedikit atau banyaknya yang harus kita dapati, tapi pemahaman ilmu itu lah yang dapat dimanfaatkan walau ia hanya sedikit.

MAKA..., JANGAN SIA-SIAKAN HIDUP YANG HANYA SEBENTAR INI dengan hanya menuruti rasa suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, manis atau pahit. Isi kehidupan ini dengan perbuatan yang akan membawa manfaat bagi kehidupan kekal di akhirat nanti. Dan manfaat yang sebesar-besarnya hanya dapat diperoleh dengan pemahaman ilmu pengetahuan.

Subhanallah, rasanya belum cukup juga saya mendo’akan kebaikan Pak Abidin ini.


Semoga bermanfaat.

Blora, 10 September 2009


Catatan :

Kadang dalam kesusahan dan penderitaan terselip balasan kebaikan yang berlimpah, tapi sebaliknya dalam kesenangan dan kegembiraan banyak balasan keburukan akhirat didalamnya. Semoga kita diberikan penglihatan yang terang untuk melihat kebaikan dan keburukan secara jelas.

Beautiful Animals