Badan Lingkungan Hidup Daerah Nusa Tenggara Timur merilis temuan baru tentang adanya pencemaran di laut. Analisis badan itu menyatakan Laut Timor sudah positif tercemar minyak mentah (crude oil) yang diduga bersumber dari ladang gas Montara yang meledak pada 21 Agustus lalu.
Sebelum merilis temuan ini, Badan Lingkungan Hidup Daerah NTT mengambil empat sample perairan laut dari Laut Timor. Sampel diambil bersama tim yang dibentuk Pemprov NTT. Pengambilan dilakukan berkaitan laporan media yang memberitakan ribuan ekor ikan mati di Laut Timor karena tercemar minyak.
Koordinator Analis BLHD NTT Magarini mengatakan, dua sampel yang diambil pertama baik secara fisik maupun kasat mata positif tercemar minyak mentah yang diduga berasal dari ladang gas Montara yang dikelola PT TEP Australasia asal Thailand .
Sebelumnya, Otorita Keselamatan Maritim Australia (AMSA) dalam laporannya kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan di Jakarta, akhir september lalu menyebutkan gumpalan minyak mentah itu sudah memasuki wilayah Indonesia sekitar 51 mil dari Pulau Rote, NTT.(JUM)
Sementara itu, Media Indonesia Kupang bersumber dari Laporan Antara melaporkan adanya niat baik dari pihak Australia untuk menangani kasus pencemaran yang diakibatkan ledakan tersebut.
Operator ladang gas Montara PTTEP Australasia telah menyetujui untuk mendanai suatu program pemantauan secara terus-menerus di Laut Timor yang tercemar akibat ledakan sumur minyak Montara pada 21 Agustus lalu, selama sekitar dua tahun.
"Ini sebuah kesepakatan yang telah dibuat oleh Menteri Lingkungan Hidup pemerintah federal Australia Peter Garrett dengan PTTEP Australasia di Canberra, Australia, Jumat (16/10)," kata pemerhati masalah Laut Timor yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang, Jumat (16/10).
Ia mengemukakan adanya kesepakatan tersebut berdasarkan laporan jaringan YPTB yang bermarkas di Canberra, terkait dengan perkembangan penanganan masalah pencemaran minyak mentah (crude oil) di Laut Timor. Menteri Garrett dalam laporannya mengatakan, pemantauan tersebut mencakup survei kehidupan laut, penelitian satwa liar dan habitat, kualitas air, pengaruh terhadap pantai serta penilaiannya.
PTTEP Australasia mengatakan kesepakatan akan mencakup pemantauan jangka pendek dan jangka panjang serta potensi dampak dari tumpahan minyak yang telah terjadi tersebut.
Selama ini, kata Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedubes Australia ini bahwa konservasionis Australia sangat keras dan kritis terhadap cara-cara penanganan tumpahan minyak di Laut Timor oleh perusahaan operator ladang gas Montara PTTEP Australasia dan Pemerintah Federal Australia yang dinilai sangat buruk dan kurang bertanggung jawab.
Ia juga menyatakan penyesalannya dengan pernyataan pejabat dari Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menyebutkan bahwa Laut Timor belum tercemar akibat adanya ledakan ladang gas Montara tersebut.
"Apa yang dikatakan pejabat itu sama artinya dengan tidak mengetahui apa-apa tentang kebocoran minyak ini, karena sumur minyak yang meledak tersebut terletak di Laut Timor tepatnya di garis batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) RI-Australia yang belum diratifikasi," katanya.
"Saya menyesal karena Australia sendiri sudah mengakui bahwa ZEE Indonesia sudah dicemari minyak mentah (crude oil). Seharusnya, pejabat dari dinas itu menjadi ujung tombak dari kasus ini, sebab sudah tidak terhitung banyaknya ikan yang mati serta kelangsungan kehidupan dari pada nelayan di Laut Timor juga terancam akibat dari pencemaran ini," ujarnya.
Penulis buku Skandal Laut Timor Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta ini mengatakan ia telah meminta para nelayan di Pulau Timor, Rote, Sabu, Alor dan Sumba melalui Ketua Aliansi Nelayan Taradisional Laut Timor (Antlamor) untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya bukti pencemaran tersebut serta mendata seluruh kerugian yang diderita.
Kerugian yang diderita nelayan itu, misalnya, apakah ada terjadi perbedaan pendapatan dari melaut pada waktu sebelum dan sesudah terjadinya ledakan sumur minyak di ladang Gas Montara.
Tujuan dari pada pengumpulan data ini, menurut dia, untuk melakukan upaya permintaan pertanggungjawaban dari Pemerintah Federal Australia dan PTTEP Australasia selaku operator ladang minyak yang meledak tersebut.
"Sangat tidak fair bila pemerintah Australia hanya meminta pertanggungjawaban perusahaan minyak tersebut atas pencemaran laut di Wilayah Australia saja, sementara perairan Indonesia yang telah terkena dampaknya dan dirasakan masyarakat dianggap sebagai tempat pembuangan sampah saja," katanya. (Ant/OL-03
Note :
Mudah-mudahan pemerintah Indonesia berani melakukan tekanan pada pemerintah Australia untuk penanganan pencemaran yang terjadi, bukan hanya penanganan dampak kimia-fisiknya saja, tapi juga dampak sosial ekonomi pada masyarakat nelayan Timor Barat. Bisa dibayangkan apabila hal ini terlantar, masyarakat nelayan di wilayah Timor Barat yang nota bene termasuk masyarakat sangat miskin akan lebih menderita lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar