Kali ini, pemerintahan SBY jilid 2 (Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II) mendapatkan sorotan amat keras atas penilaian kinerja 100 hari kinerja kabinetnya. Hampir seluruh kota besar diwarnai kericuhan demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa dan berbagai ormas. Berbagai kalangan telah mendahului kondisi ricuh ini dengan berbagai penilaian negatif terhadap kinerja kabinet kali ini. Silahkan simak kedua tautan menarik di bawah ini :
- Indonesians protest SBY government's first 100 days.
- 100 Hari Kinerja Pemerintahan SBY - Boediono Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2
Setelah kemenangan pasangan SBY - Boediono, kembali sorotan tajam ditujukan pada penyusunan kabinet. Pilihan SBY - Boediono atas beberapa menteri "muda" yang dinilai kurang capable untuk mengurusi kemelut di negeri ini. SBY secara bijak menjelaskan bahwa pilihannya merupakan pilihan yang terbaik yang bisa didapatkan saat itu. Entah terbaik untuk negara atau terbaik untuk kubunya, atau terbaik untuk keduanya. Bagaimanapun, dalam sebuah team (yang mengurusi negara !) dalam tatanan politik yang selalu panas, kepercayaan antar anggota team merupakan hal yang paling penting. Kapabilitas denga terpaksa dijadikan nomor urut 2. Lumrah juga, karena tidak mungkin sebuah team dapat bekerja dengan baik kalau anggotanya saling berbantahan (hal ini pernah terjadi pada kabinet pemerintahan Indonesia sebelumnya kan ?).
Menjelang hitungan 100 hari, Kasus Bank Century merupakan puncak dari isyu politik yang sangat menggoncang eksistensi kabinet SBY - Boediono. Apalagi Boediono dan Sri Mulyani sebagai anggota kabinet utama termasuk dalam tokoh utama kasus tersebut. Agak sedikit lucu, ketika berbagai media lebih suka mengulas peran Boediono dan Sri Mulyani dalam pencairan dana 6,7 triliyun daripada mengulas proses penyelamatan uang negara yang telah tersebar di berbagai rekening internasional. Bahkan yang terakhir ini samasekali tidak terdengar, padahal itu menyangkut hak para nasabah dan masyarakat Indonesia umumnya. Inilah yang saya kira telah terjadi sejak reformasi bergulir, kepentingan politik menggulung kepentingan rakyat yang sebenarnya. Bukan hanya itu, kasus buku Gurita Cikeas juga sempat mencuat kencang menambah keraguan banyak pihak atas kejujuran pasukan SBY.
Sementara itu juga, di berbagai sudut negeri ini, gerakan mahasiswa dan ormas pemuda terus berteriak agar 2 anggota kabinet diberhentikan dari jabatannya. Teriakan mereka begitu yakin akan kesalahan pemerintah melalui kedua tokohnya atas kasus Century. Apakah mereka memang memiliki serangkaian data atau informasi yang dapat dipercaya ? Atau jangan-jangan mereka bergerak atas dasar kecurigaan yang besar ? Mungkin yang lebih mendekati adalah tekanan ekonomi di lapisan bawah yang semakin terasa berat.
Bagaimana sebenarnya dengan kondisi ekonomi Indonesia akhir-akhir ini ?. Secara nasional, sebenarnya kondisi ekonomi Indonesia sudah mulai stabil. Tingkat pertumbuhan ekonomi kita berada pada angka 6,8 sedangkan tingkat inflasi ada pada angka 6,7 (lihat Kondisi Ekonomi Indonesia Sekarang - februari 2009 disaat Boediono dan Sri Mulyani sudah menjadi penentu kebijakan ekonomi). Angka ini sedikit lebih baik bila dibandingkan jaman kejayaan Soeharto yang memiliki tingkat inflasi sekitar 10% setahun.
Jadi, sebenarnya ada apa dengan semua gejolak ini ? Beberapa pendekatan rasional yang saya kira sangat erat kaitannya adalah :
- Sejak reformasi, lumrah jika pada awal suatu pemerintahan mendapat tekanan politik yang berat. Tentu saja lawan politik yang kalah masih diliputi rasa ketidak-puasan. Mumpung suasana masih panas, mereka masih bersemangat untuk terus merongrong, siapa tahu mereka masih bisa "berperan" ikut menyetir negeri ini. Hal ini terlepas dari benar atau tidaknya latar belakang misi mereka dan kondisi pemerintah yang ada.
- Kasus Bank Century melibatkan angka 6,7 triliyun rupiah, suatu angka yang luar biasa (bila dibagikan kepada 230 juta penduduk Indonesia, cukup untuk memenuhi kebutuhan beras selama 1/2 bulan).
- Tekanan ekonomi di "lapisan bawah" masih terlalu berat, diantaranya karena tingginya tingkat pengangguran (walaupun masih lebih rendah daripada Daratan Amerika dan Uni Eropa saat ini), biaya jaminan kesehatan dan biaya pendidikan, serta rendahnya tingkat pendapatan dibanding standar kebutuhan hidup yang layak.
- Sebaran informasi yang jauh lebih terbuka (bandingkan dengan kondisi informasi jaman Soeharto !) yang gencar menayangkan kasus-kasus korupsi dan pelanggaran pejabat pemerintah. Hal ini sangat menambah tingkat keresahan pada masyarakat, ditambah lagi dengan berbagai komentar miring dari "para ahli / pakar" yang masih laku keras di lingkungan media massa.
Akhirnya..... pertanyaan yang masih sering dilontarkan banyak orang adalah : "MAU DIBAWA KEMANA NEGERI INI ?". "MAU SAMPAI KAPAN ?"
Ada pernyataan seorang ulama beberapa tahun yang lalu "Ulama ya konsentrasilah terhadap urusan agama, jangan ngurusin politik. Pelajar belajarlah dengan tekun dan penuh konsentrasi, bagaimana bisa berprestasi kalau lebih suka demo daripada kuliah. Dan seterusnya...". Dengan kata lain jadilah "THE RIGHT MAN ON THE RIGHT PLACE", maka semua urusan bisa diselesaikan dan bisa lebih menyenangkan semua orang.
Bacaan lain yang relevan :
- Outlook Ekonomi Indonesia 2009 - 2014 : Krisis Finansial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia
- Daftar Negara Menurut Tingkat Pengangguran
- 2010, Tingkat Pengangguran Masih Tingg
.