Ada suatu cerita yang sampai saat ini masih saya ingat karena mengandung makna yang sangat dalam. Cerita ini disampaikan oleh seorang pejabat pertanian yang bukan asli Blora dan memang ceritanya bukan mengenai orang Blora, tapi mengenai prinsip hidup sang kakak pejabat itu yang tinggal di daerah Jawa Timur. Suatu cerita dimana kesederhanaan dalam mengarungi kehidupan dipegang teguh. Akan tetapi jangan salah, karena dengan prinsip kesederhanaannya itulah anak-anaknya bisa berhasil dalam pendidikannya.
Kira-kira beginilah percakapan yang pernah terjadi antara sang adik yang pejabat dengan sang kakak yang petani (percakapan mereka tentu dalam bahasa Jawa, tapi beliau menterjemahkannya untuk saya) :
Adik :"Mas, kamu ini menurut saya termasuk orang yang cukup ya walaupun hanya bertani".
Kakak :"Ya beginilah dik, saya ini petani. Jadi petani mesti tahu diri karena penghasilan dari bercocok tanam itu tidak banyak. Makanya Mas harus pintar-pintar berhitung agar hasilnya mencukupi buat hidup".
Adik :"Tapi saya lihat penghasilan Mas pasti besar, buktinya ini rumah lumayan bagus, anak-anak juga bisa kuliah semua".
(kalau tidak salah 2 dari 4 anaknya sudah Sarjana dan berkeluarga, dan juga sudah bekerja di suatu perusahaan dengan posisi yang baik)
Kakak :"Ya itulah ... semua saya syukuri ... apa yang sekarang saya hasilkan membuat saya seneng dan tentrem. Tinggal dua lagi ponakanmu yang masih kuliah".
Adik :"Syukur lah Mas, saya ikut seneng melihatnya".
Kakak :"Mas sekarang sudah tidak terlalu repot lagi, anak-anakku yang maish kuliah selalu dibantu kakaknya yang sudah kerja".
Adik :"Nah ... itu juga yang bikin saya heran sama Mas ini".
Kakak :"Heran kenapa ? Memang ada yang aneh?"
Adik :"Ya .. saya heran sama Mas, dari dulu sampai sekarang kemana-mana naik andong atau angkot. Mbok ya beli motor atau mobil gitu, biar kemana-mana jadi mudah. Saya kan tahu Mas ini pasti mampu beli mobil".
Kakak :"Lha .... situ salah... Mas ini memang bukan gak bisa beli mobil, tapi buat apa ? Sekarang coba pikir, Mas ini mau kemana-mana tinggal nunggu di depan rumah, mobil banyak yang lewat, tinggal nyetop, duduk dengan tenang, turun tinggal bayar 2 ribu". Apa gak enak ? Kalau punya mobil ? Pagi-pagi mesti manasin mobil, kalau kotor mesti nyuci dulu, kalau bensinnya habis mesti mampir dulu ke pom bensin ... apa gak repot ? Belum kalau mogok mesti urus dulu ke bengkel ... kalau angkotnya rusak kan tinggal turun ganti angkot lain. Lagi pula keperluan Mas paling ke pasar bawa gabah atau sayur, pulangnya beli ikan atau daging. Kalau sesekali harus berkunjung ke keluarga tinggal carter angkot. Mas lihat juga yang punya mobil itu sukanya keluar rumah terus, jalan sedikit pake mobil, jadi tambah malas kelihatannya.".
Lanjut komentar kakaknya :"Lihat itu tetanggaku yang punya mobil .... kemana-mana pake mobil. Sekalinya mogok, biar ada undangan dia tidak datang. Katanya repot ngurusin mobilnya ke bengkel. Uangnya juga sering habis buat ngurusin mobilnya. Anak-anaknya sering minta jalan-jalan, makan di warung makan yang enak. Ya pantas lah kalau hasil panennya cepet habis. Gara-gara sudah punya mobil jadi malu ngangkut sayur ke pasar pake angkot. Apa gak muyengi begitu ? Giliran bayar SPP sekolah anaknya malah nunggak. Lha Masmu ini gini-gini gak suka nunggakin SPP anak-anak sekolah lo."
Sang adik yang pejabat ini terus menyampaikan pada saya :
"Mendengar penuturan Kakaku itu saya jadi mikir soal diri sendiri. Saya punya jabatan, punya mobil pribadi, punya mobil dinas, tapi rasanya tiap bulan lebih sering pusing ngatur penghasilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Kakaku itu hampir tidak pernah sakit, padahal tiap hari dia bekerja di sawah, pindah ke kebun, pulang ke rumah disambung urusin kambingnya. Kadang dia petik sayuran, dia bawa sendiri ke pasar. Malah kadang dia bawa sayuran ke pasar dengan jalan kaki. Kalau saya lebih sering setres .. apalagi kalau sudah datang tim audit ... hampir tidak pernah istirahat sampai mesti dirawat di rumah sakit gara-gara kecapekan."
"Kakaku itu juga tidak pernah telat shalat di Masjid. Mulai shalat subuh ... pulang terus bikin teh panas ... istrinya sering buatkan penganan, entah pisang goreng atau rebus atau singkong. Setelah itu dia pergi ke kebun atau sawah. Jam 11 pulang sambil bawa rumput untuk kambingnya, makan, terus ke mesjid lagi. Jam 1 dia kembali lagi urusin tanamannya sampai datangnya ashar. Sehabis ashar kegiatannya lebih banyak di rumah, urusin kambing sama pekarangannya yang juga ditanami bahan-bahan dapur. Rasanya tidak pernah dia terlihat mengeluh kecapekan, bahkan wajahnya selalu tampak bersemangat".
Ada beberapa point yang dapat disarikan dari kehidupan kakak sang pejabat tersebut :
- Menjalani hidup dengan sederhana, dalam artian mencukupi kebutuhannya sekedar untuk yang benar-benar dibutuhkan.
- Hidup sederhana bukan berarti harus pelit, sedekah dan membantu tetangga atau keluarga yang memerlukan bantuan tetap mendapat prioritas.
- Saat rejeki melimpah, pola hidup tidak ikut melimpah berlebihan karena suatu saat rejeki itu akan habis sementara kebutuhan tidak pernah berkurang.
- Disiplin pada waktu dengan membiasakan diri. Hal-hal yang sudah biasa dilakukan tidak akan pernah terasa berat.
- Bertetapan dengan ibadah, terutama shallat lima waktu, karena dengan itulah jiwa menjadi lebih tenang tenteram.
NAH ... BAGAIMANA DENGAN POLA HIDUP KITA ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar